Ninja

Senin, 30 Mei 2011

Dari Rumah Peristirahatan ke Istana Bogor

Pada suatu masa, selepas terjadinya kerusuhan di Batavia tahun 1744. Gustaff Willem Baron Van Imhoff, Penguasa pemerintah Hindia Belanda (VOC) mengadakan perjalanan ke Kampung Baru untuk melepas kepusingannya. Kampung Baru adalah sebuah kampung yang didirikan di Bogor setelah ekspedisi Scipio dan Tanuwijaya tahun 1607, membuka hutan Pajajaran. Dalam perjalanannya ini sang Gubernur Jendral begitu terkesima dengan keindahan dan kedamaian Kampung Baru. Tibalah rombongan Van Imhoff itu di sebuah tempat, sang Gubernur pun memutuskan untuk membangun sebuah tempat peristirahatan.
Lalu sebuah bangunan rumah peristirahatan dibangun ditempat ini kurun waktu 1744-1750. Bahkan Van Imhoff sendirilah yang membuat sketsa dan mengawal pembangunannya. Pembangunan awal istana ini berbentuk tingkat tiga, meniru arsitektur Blehheim Palace, di Inggris.  Sejak adanya rumah peristirahatan ini Bogor memiliki sebutan Buitenzorg, merujuk pada bahasa Belanda yang artinya ‘lepas dari kepenatan’.
Keberadaan Gubernur Jenderal dengan rumah peristirahatan ini berdampak pada pengaturan-pengaturan wilayah untuk kepentingan pemerintahan kolonial. Pada 1752, saat terjadi peperangan antara Raja Banten melawan VOC, bangunan rumah peristirahatan ini tak luput dari serangan. Bangunan dihancurkan tanpa sisa, kecuali bagian sayap rumah. Setelah penghancuran barulah pada tahun 1754 Gubernur Jenderal Jacob Mossel membangun kembali rumah peristirahatan menjadi istana.  Pada masa pemerintahan William Daendels (1808-1811), bangunan istana ditambah menjadi bangunan bertingkat dua.
Tonggak penting keberadaan istana kembali terjadi ketika Thomas Stamford Raffles menetapkan istana Buitenzorg menjadi istana kediaman resmi pada tahun 1811. Sejak itulah Gubernur Jenderal lebih banyak memerintah dari istananya ini, meski pusat pemerintahan tetap berada di Batavia. Raffles jugalah yang berperan menata kebun istana yang menjadi cikal-bakal inisiasi Kebun Raya Bogor.
Tahun 1834 Istana ini sempat mengalami kerusakan akibat Gempa yang ditimbulkan letusan Gunung Salak. Setelah hancur yang kedua kalinya, barulah tahun 1850 Istana Bogor dibangun kembali, tetapi tidak bertingkat lagi karena disesuaikan dengan situasi daerah yang sering gempa itu. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Jacob Duijmayer van Twist (1851-1856) bangunan lama sisa gempa itu dirubuhkan dan dibangun dengan mengambil arsitektur Eropa abad ke-19.
Pada tahun 1870, Istana Buitenzorg dijadikan tempat kediaman resmi dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Penghuni terakhir Istana Buitenzorg itu adalah Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborg Stachourwer yang terpaksa harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Immamura, pemeritah pendudukan Jepang tahun 1942.
Pada tahun 1950, setelah masa kemerdekaan, mulai dipakai oleh pemerintah Indonesia, dan resmi menjadi salah satu dari Istana Presiden Indonesia. Sejak itu nama Istana Kepresidenan Bogor atau Istana Bogor mulai populer digunakan.
Berangsur angsur, bentuk bangunan Istana Bogor telah mengalami berbagai perubahan. sehingga yang tadinya merupakan rumah peristirahatan berubah menjadi bangunan istana dengan luas halamannya mencapai 28,4 hektar dan luas bangunan 14.892 m².

Sumber: kampoengbogor.org